Minggu, 13 Maret 2011

KHUTBAH IDUL FITRI

MEMBANGUN MANUSIA SEUTUHNYA

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَاكَاتُهُ
الحَمْدُ لله ,الحَمْدُ لله الَذِى قاَئِلْ فىِ كِتَابِهِ ْالكَرِيْمِ, وَتُوْبُوْا إِلىَ اللهِ جَمِيْعاً أَيُّهَا اْلمُؤْمِنُوْنَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ, أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِله إِلاَّ الله وَحْدَه لاَ شَرِيْكَ لَه رَحِيْمٌ لِّلْمُؤْمِنِيْنَ وَلِلْخَائِفِيْن اَمَاناً. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه أُوْتِىَ اْلقُرْآن. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّد وَعلَى آلِه وَأَصْحَابِه وَسَلِّمْ تَسْليِمْاً كَثِيْرًا.
أَمَّا بَعْدُ – فَيَا عِبَادَ اللهِ ! إِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. وَقَدْ فَازَ اْلمُتَّقُوْن وَأَطِيْعُوْا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ.

Hadirin kaum muslimin, jamaah shalat Idul Fitri yg berbahagia
Alhamdulillah, kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah berkenan mengumpulkan dan mempertemukan kita bersama, di Masjid Nurul Islam memenuhi panggilan Allah di pagi hari yang sangat berbahagia ini, untuk bersama-sama memekikkan kalimat tasbih, tahmid, tahlil dan takbir, bersama ratusan juta kaum muslimin di seluruh pelosok dunia ini.
Semoga Allah SWT berkenan menyucikan hati dan diri kita, setelah kita menempuh ujian yang cukup berat selama satu bulan, dalam “Jihadun Nafs” (perjuangan mengendalikan hawa nafsu) yang insyaAllah telah dapat mengantarkan kita sebagai hamba-hamba Allah yang muttaqin, Amiin.

Hadirin kaum muslimin yg berbahagia
Kalau saja kita mau membuka mata melihat keadaan sekeliling kita, ternyata dewasa ini kita dihadapkan dengan tantangan yang tidak kecil.
Pada pundak kita bersama masih terpikul beban yang tidak kecil, yaitu “Membangun Manusia Seutuhnya” dalam usaha dan upaya kita bersama mewujudkan masyarakat “Marhamah” – yang sejahtera lahir dan batin – dan “ Baldatun thayyibatun warabbun ghafur” negara yang aman, damai dan sentausa, dalam ridha Allah SWT.
Tujuan yang mulia tersebut mustahil akan mampu kita capai, bila kita tidak mampu membina persatuan dan kesatuan atas dasar “Ta’awun ‘alal birri wattaqwa” - bahu membahu dalam kebaikan dan taqwa kepada Allah SWT.
Kita sebagai bangsa Indonesia umumnya dan umat Islam khususnya, dituntut untuk bersatu dalam “Shaf wa khiththah” – satu barisan dan perjuangan – tidak ada sedikitpun alasan untuk menempuh jalan yang berpecah belah antara kita.
Untuk terciptanya persatuan dan kesatuan kita, adalah tepat bila kita jadikan momentum sillaturrahmi yang kita adakan pada hari ‘Idul Fitri ini, bukan hanya sekedar berbasa-basi bersalaman dan tersenyum satu sama lain. Tapi harus sanggup memadukan pendapat, menyatukan umat. Persatuan seperti yang Allah SWT gambarkan dalam firman-Nya:
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah dan janganlah kamu bercerai berai……”
( Q.S. Ali Imran: 103)
Untuk tercapainya persatuan umat, haruslah persatuan tersebut didasari atas dua dasar:
Dasar pertama: persatuan yang didasari adanya titik tujuan yang sama, yaitu “Hablullah” (semata-mata mencari ridha Allah SWT.) dalam segala langkah dan perjuangan.
Ayat diatas diuraikan Rasullullah SAW. Dalam sabdanya:

“Orang mu’min dengan mu’min yang lain, bagaikan satu bangunan, dimana masing-masing saling menguatkan yang lain”. (H.R. Bukhari)

Inilah dasar pertama dalam membina persaudaraan dan persatuan dalam Islam, sedangkan:
Dasar kedua: persatuan yang didasari dengan derap langkah dan irama yang sama dalam perjuangan tanpa ada satu suara pun yang sumbang. Inilah yang dimaksud dengan kalimat “Jami’a” dalam ayat diatas. Yaitu dengan tidak membedakan antara individu yang satu dari individu yang lain, satu suku dari suku yang lain, satu golongan dari golongan yang lain.

Hadirin kaum muslimin yang berbahagia
Untuk dapat terealisasikannya kehidupan yang bahagia di dunia ini dan di akhirat nanti, kita dituntut Al Qur’an untuk mampu menumbuhkan daya demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, dengan menegakkan asas “Amar ma’ruf nahi munkar”. Kita dituntut untuk mampu menciptakan suasana “Tawashau bil haq” – saling nasihat menasihati dalam kebenaran – (Q.S. Al Ashr:3). Saling nasihat menasihati kata Al Qur’an, karena kesalahan bukan hanya milik individu tertentu, tapi adalah milik setiap manusia.
Bila hari ini orang lain yang bersalah dan kita yang benar, maka esok mungkin saja orang lain yang benar sedang kita malah yang melakukan kesalahan. Rasulullah SAW. Bersabda:

Tidak ada seorang manusia pun yang luput dari dosa dan kesalahan. Dan sebaik-baiknya orang yang berdosa dan bersalah adalah yang bertaubat dan memperbaiki dirinya”. (Al Hadist)

karenanya, siapapun dia (sepanjang bukan Nabi dan Rasul yang telah dima’shum Allah SWT). Apakah dia seorang pemimpin, rakyat biasa, bahkan ulama dan kyai sekalipun, dapat saja berbuat salah.

Hadirin kaum muslimin yg berbahagia
Karena kita sebagai manusia biasa dapat saja berbuat salah, maka agar kita semua tidak tergolong orang-orang yang “Lafi khusrin” – merugi – (Q.S. Al Ashr:2) dalam kehidupan dunia ini dan di akhirat nanti, Allah SWT memperingatkan kita agar yang sadar menasihati yang lalai, yang benar mengingatkan yang salah. Agar yang lalai tidak hanyut dalam kelalaiannya, yang bersalah tidak semakin tenggelam dengan kesalahannya. Karena kelalaian dan kesalahan sebagian dapat membinasakan semua.
Inilah yang menjadi sebab kiranya, mengapa meluruskan yang bersalah dan lalai itu merupakan perjuangan yang sangat mulia disisi Allah SWT. Rasulullah bersabda:

“Semulia-mulia perjuangan adalah menyatakan yang benar terhadap pemimpin yang bersalah”. (Al Hadist)
kita pernah bahkan seringkali diperingatkan akan hal ini oleh kepala negara, lewat pernyataannya: “katakanlah yang benar itu benar dan yang salah itu salah”.
Namun karena tidaklah mudah bagi seseorang yang sedang hanyut dalam kesalahan untuk menyadari kealpaannya, dan tidak pula mudah bagi yang sudah menyadari kealpaannya untuk mengakui secara jujur kesalahannya. Lebih-lebih bila hal itu menyangkut wibawa dan gengsinya. Karenanya Al Qur’an berpesan kemudian, agar hendaknya di dalam usaha kita menyadarkan orang yang bersalah itu, kita tempuh dengan “Tawashau bish shabr” – dengan sebijaksana mungkin dan dengan penuh kesabaran – sementara di lain pihak, Al Qur’an juga menuntut setiap orang agar dapat berjiwa besar dan berlapang dada untuk mengakui kesalahannya. Bahkan menurut Al Qur’an, orang yang paling mulia disisi Allah SWT bukanlah orang yang tidak pernah berbuat salah dan dosa, tapi orang yang apabila berbuat dosa dan kesalahan, dia mau menyadari akan dosa dan kesalahannya, dan

“Bersegeralah kalian kepada ampunan dari Rabb kalian . . . . .” (Q.S. Ali Imran:133)
karenanya, adalah sangat tepat sekali bila di pagi hari yang sangat berbahagia ini, dan dari Masjid yang mulia ini kita mulai menghamparkan “Tikar Perdamaian” dengan diikuti kesadaran akan kekurangan dan kekhilafan kita masing-masing. Kemudian kita ulurkan tangan untuk saling berjabatan, sambil kita ucapkan dengan penuh khidmat tapi pasti, dan dengan rasa rendah diri:

“Semoga kita termasuk orang yang kembali menemukan jalan yang benar, dan berbahagialah kita karenanya”

Hadirin kaum muslimin yang berbahagia
Di penghujung khutbah ini, idzinkanlah saya mengajak hadirin merenung sejenak . . . . .
Hidup di dunia ini hanya sementara sifatnya, hanya “sekejap mata” kata Rasulullah. Suatu saat nanti (entah kapan, tidak seorangpun diantara kita yang tahu), kita harus juga meninggalkan alam dunia yang fana ini, menghadap ke hadirat Illahi, guna mempertanggungjawabkan amal perbuatan kita masing-masing. Apa yang telah kita perbuat selama hidup ini, kendati kita mampu menghindarkan diri dari tanggung jawab di dunia, namun kita tidak akan pernah mampu mengelak dari tanggung jawab di hadapan Allah SWT Hakim yang Maha Adil di akhirat nanti. Sekecil apapun dari perbuatan kita, tidak akan luput dari perhitungan.
Seseorang dapat saja selamat dari pertanggungjawaban shalat, puasa dan ibadah hajinya, hingga mengantarkannya ke tepi syurga, namun ketika tinggal selangkah lagi kakinya mengayun ke syurga, tiba-tiba memekiklah orang tua atau anak, suami atau istri, orang-orang yang pernah didholiminya, rakyat yang pernah dipimpinnya, para fakir miskin yang menuntut hak mereka. Semua menuntut tanggung jawabnya. Yang pada akhirnya membuat dirinya terseret kembali, untuk kemudian masuk kedalam neraka jahannam, Na’udzu billahi min dzaalik!
Inilah kiranya hakekat dari firman Allah SWT:
“Barang siapa yang mengerjakan kabaikan sekalipun hanya sebesar dzarrah (biji sawi) niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan sekalipun hanya seberat dzarrah, niscaya ia akan melihat (balasan)nya pula”. (Q.S. Az Zalzalah: 7-8)

Hadirin kaum muslimin yang berbahagia
Kita harus sadar, bahwa segala yang bersifat duniawi tidaklah pernah kekal dan abadi di tangan manusia. Suatu saat nanti, istri yang cantik atau suami yang tampan yang sangat kita cintai, anak cucu yang lucu-lucu yang sangat kita sayangi, pangkat atau jabatan yang paling kita khawatirkan lepas dari tangan kita, rumah bertingkat, mas dan perak yang membuat kita begitu asyik menggosok-gosoknya setiap hari, uang tabungan yang selalu menyibukkan kita untuk menghitung-hitungnya, berapa tambahan atau apakah berkurang . . . . mau atau tidak mau, suka atau tidak suka, rela atau tidak rela, harus kita tinggalkan semua itu di alam dunia yang fana ini! Jangankan suami, istri, anak, cucu, pangkat, jabatan, harta kekayaan dan lain sebagainya. Bahkan jasad kasar kita pun harus kita tinggalkan, tatkala malaikat Izrail menjemput diri kita, membawa kita ke suatu alam, alam barzah namanya. Alam yang nun jauh disana, melewati sekian lapisan langit kata Rasulullah. Perjalanan yang sangat jauh,sepi, tidak ada yang menemani kita, karena semua kita tinggalkan di alam dunia yang fana ini.

Namun hadirin yang berbahagia
Ada sebenarnya, pendamping yang amat setia, yang mampu menyelamatkan kita di alam tersebut dan di alam akhirat nanti, yaitu Iman, taqwa dan amal ibadah kita selama hidup di dunia ini.
Semoga Iman, taqwa dan amal ibadah pulalah yang akan menjadi bekal dan pendamping kita, di kala tiba saatnya nanti kita menghadap Ilahi Rabbi. Amiin.

Hadirin kaum muslimin yang berbahagia
Akhirnya marilah kita bersama-sama berdo’a dengan sepenuh hati. Semoga Allah SWT Yang Maha Pengabul Do’a berkenan memenuhi permohonan kita.
Ya Allah, Engkau Yang Maha Rahman, Maha Rahim
Engkau saksikan detik ini, dikala mentari bertambah tinggi, namun ia sama sekali tidak menghalangi kami untuk tetap duduk bersimpuh di Masjid ini, karena kami masih ingin menyampaikan permohonan dan harapan kami . . . . .
Rabb . . . . . .Dengarlah jeritan dan pekikan hati kami,
Jeritan dan pekikan hamba-hamba Mu yang telah diberi anugerah yang banyak, namun lalai untuk bersyukur kepada-Mu.
Rabb . . . . . . Engkau yang Maha Ghafur
Terlalu banyak rasanya dosa dan kesalahan yang telah kami perbuat, karenanya di hari yang suci dan mulia ini kami memohon ampunan-Mu Ya Allah, sehingga bersihlah jiwa raga kami dari dosa dan kesalahan, tatkala ajal nanti menjemput dan mengantarkan kami menuju kehadirat-Mu.
Rabb . . . . . . ampunilah dosa kami, dosa Ibu dan Bapak kami, dosa pemimpin-pemimpin kami, bimbinglah kami semua dengan Inayah-Mu, agar kami mampu menempatkan diri di jalan yang Engkau ridhai.
Ya Allah . . . . . . . tampakkanlah yang hak itu jelas hak di depan kami, dan mudahkanlah bagi kami dalam menempuhnya, dan tampakkanlah yang bathil itu jelas bathil di depan kami dan mudahkanlah kami dalam menjauhi, bahkan memeranginya.